Kritik dan Saran silahkan kirim pesan ke" bayz.pabayo@gmail.com "

Demam berdarah

Makalah atau refrat Demam Berdarah


Demam berdarah atau demam berdarah dengue adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Di Indonesia kasus DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada Tahun 1968. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969.
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekia dan biasanya muncul terlebih dahulu  pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, lalu menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare. Demam berdarah umumnya berlangsung sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga pasien dianggap afebril. Sesudah masa tunas/inkubasi selama 3-15 hari, orang yang tertular dapat mengalami/menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :
  • Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
  • Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.
  • Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur dan sebagainya
  • Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok/presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.



  
virion dengue merupakan partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm, sehingga diameter virion kira–kira 50 nm. Biologik, selubung virion berperan dalam fenomena hemaglutinasi, netralisasi dan interaksi antara virus dengan sel saat awal infeksi.
RNA yang bertindak sebagai genom mampu langsung bersifat sebagai mRNA dan tidak mempunyai poliadenosin pada ujung 3 prime-nya. Gen yang mengatur sintesis protein struktural virus terdapat pada kira – kira ¼ bagian genom keseluruhan dan terletak pada ujung 5 prime-nya, sedangkan pada ujung lainnya terletak gen yang mengatur sintesis berbagai protein non-struktural.
Menurut nomenklatur dari Rice (1985), protein virus dengue adalah :
-          C untuk protein kapsid dan core
-          M untuk protein membran
-          E untuk protein selubung
-          NS untuk protein non-struktural.
Disamping itu, pada virion intraseluler ditemukan protein prM (pre M) yang merupakan prekursor protein M. Selain terdiri atas protein, virion juga mengandung lipid, yaitu dalam selubungnya. Lipid selubung ini didapat saat morfogenesis lengkap dan karena itu komposisinya lebih banyak tergantung pada sel yang diinfeksinya dan tempat morfogenesis lengkap virus. Protein C adalah protein pertama yang dibentuk pada waktu translasi genom virus. BM nya kira–kira 13.500, kaya akan asam amino lisin dan arginin sehingga protein C bersifat basa. Karena sifatnya itu protein C mampu berinteraksi dengan RNA virion. Selain itu pada ujung karboksilnya, protein C terdiri dari rangkaian asam amino hidrofobik yang memungkinkan ia menempel pada membran sebelum dipecah oleh signalase pada ujung protein prM. Pada akhirnya, ujung hidrofobik protein C dilepas oleh enzim protease yang di kode gen  virus sesaat menjelang morfogenesis virion. Protein C merupakan salah satu protein flavivirus yang conserved, walaupun masih kurang conserved dibanding protein struktural lain.
Protein prM adalah glikoprotein dengan BM 22.000 dan pecah menjadi protein dan glikoprotein lain menjelang morfogenesis lengkap virion. Pemecahan ini tampaknya merupakan hal kritis bagi morfogenesis, karena pemecahan diikuti segera dengan naiknya titer virus infektif.
Protein E didalam sel terinfeksi dapat berada dalam bentuk heterodimer antara prM-E. Protein E BM nya 51.000-60.000 dan dalam virion berada dalam bentuk homotrimer. Dalam rangkaian asam aminonya, protein E mempunyai 12 gugus sistein yang membentuk 6 ikatan disulfida. Melihat konfigurasinya, pada protein E terdapat tiga kelompok epitop yang terpisah yaitu epitop A, B dan C.
Adapun protein non-struktural virus terdiri dari 7 macam yang dikode oleh gen terpisah. Protein tersebut adalah : NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b dan NS5.
NS1 merupakan glikoprotein dengan berat molekul kira–kira 48.000 dan disintesis pada retikulum endoplasmik kasar ( Rough Endoplasmic Reticulum, RER ) sebagai protein monomer yang hidrofilik dan yang kemudian berubah menjadi homodimer yang lebih hidrofobik dibandingkan aslinya. Glikosilasi protein terjadi dengan 4 molekul gula manosa, tetapi setelah protein dipindahkan ke komplek golgi, 2 gula manosa diganti dengan molekul gula lain. Protein NS1 selama proses infeksi dapat berada di dalam sel, di membran plasma maupun disekresikan keluar sel. NS1 berperan dalam morfogenesis virion. Karena terpapar di membran plasma, ia juga berperan dalam proses imunopatologi infeksi.
NS2 terdiri dari 2 jenis, yaitu NS2a yang BM nya kira-kira 20.000 dan NS2b yang BM nya kira – kira 14.500. Kedua protein bukan merupakan glikoprotein. NS2a berfungsi sebagai enzim proteolitik bagi pematangan NS1.
NS3 merupakan protein hidrofilik dengan BM 70.000 dan berfungsi sebagai enzim tripsin. Ia berperan sebagai enzim yang memecah poliprotein prekursor protein virus dan juga sebagai komponen dari RNA polimerase viral.
NS4 tidak jelas fungsinya. BM nya adalah 16.000 untuk NS4a dan 27.000 untuk NS4b. Kedua protein hidrofobik. NS5 merupakan protein terbesar dengan BM mencapai 150.000 dan bertindak sebagai RNA polimerase.
Hospes flavivirus sangat bervariai mulai dari arthropoda, primata lain dan juga manusia. Spektrumnya berbeda tergantung pada virusnya. Binatang yang diserang sering menunjukkan gejala ensefalitis. Binatang yang dimaksud adalah kuda dan babi untuk virus JE; kuda untuk virus MVE, Kunjin dan West Nile; biri–biri, sapi, babi, kuda untuk Louping III.
In vitro, virus dapat dikembangbiakkan pada berbagai jenis biakan sel. Dalam biakan sel mamalia dan unggas, flavivirus berkembang biak lebih lambat dibandingkan dengan alphavivirus. Masa latennya kira-kira 12 jam dan titer maksimum virus yang dilepas sel tidak terjadi dalam 24 jam. Pada biakan sel dari mamalia dan arthropoda, virus kebanyakan tidak sitopatogenik kecuali pada biakan sel ginjal monyet (Vero dan MK2), ginjal hamster (BHK-21) dan beberapa jenis sel lain termasuk sel nyamuk : Aedes albopictus klon C6/36; Aedes pseodoscutellaris klon 61; Toxorynchaetes amboinensis. Pada sel nyamuk tersebut virus diatas dapat menginduksi pembentukan sinsisium.
Setelah virus masuk ke dalam sel, RNA dilepaskan. Setelah disalinnya kode gen pada RNA menjadi enzim replikasa dan transkriptasa, padanan RNA genom dibuat. RNA intrasel telah terdeteksi sejak 3 jam pasca infeksi dan mencapai puncak pertama 6 jam pasca infeksi. Percepatan sintesis RNA terjadi mulai 13 jam pasca infeksi. Dengan demikian pola replikasi genom virus bersifat bifasik.
Translasi RNA menjadi protein virus dimulai dari kodon AUG, dimulai dari kode untuk menyalin protein kapsid yang genomnya terdapat pada ujung 5 prime dan terus bergeser ke arah ujung 3 prime. Protein yang dihasilkan adalah poliprotein. Poliprotein tersebut selanjutnya mengalami proteolisis menjadi protein – protein viral yang ukurannya lebih kecil.
Progeni virion intrasel dapat divisualisasikan 12–18 jam pasca infeksi di sistena endoplasmik retikulum di dekat membran inti sel. Virion kemudian berkumpul di berbagai vakuol sitoplasma dan menjelang dilepaskan dari sel protein prM dipecah menjadi M. Pelepasan virion dari sel terjadi dengan beberapa cara. Diantaranya melalui transportasi vesikel berisi virion ke arah perifer sitoplasma dilanjutkan dengan fusi dengan membran plasma atau pembentukan lesi kecil di membran plasma. Jika virion dilepas dari sel yang lisis akbat infeksi, sering virion tetap diselubungi membran vesikel tersebut.
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscisnya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.

infeksi dengue ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40Celcius) dan dapat disertai menggigil. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak.. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Dengan sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau setelah hari ke-5.
Kriteria DBD menururt WHO (1986) adalah:
  1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spsifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada punggung, tulang, persendian dan kepala
  2. Manifestasi perdarahan, seperti uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena
  3. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus
  4. Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis yang buruk.
  5. kenaikan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi , yaitu dengan sedikitnya 20%
Derajat Manifestasi Klinis DBD WHO (1997)
Derajat I:
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.
Derajat II :
Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.
Derajat III:
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV :
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.


Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
  1. supresi sumsum tulang
  2. destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulsng pada fase awal infeksi menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan kenaikan, hal ini menujukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopeni. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.


Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya kogulopati konsumtif  pada demam berdarah debgue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak. 


terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
            Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
  1. respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam memprcepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE)
  1. limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4,IL-5,IL-6 dan IL-10
  2. monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dengan opsonisasi abtibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
  3. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar