Kritik dan Saran silahkan kirim pesan ke" bayz.pabayo@gmail.com "

Euthanasia berdasarkan Hukum dan Kode Etik Kedokteran Indonesia


I.Pendahuluan
Setiap makhluk hidup, termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari berbagai siklus kehidupan di atas, kematian merupakan salah satu yang masih mengandung misteri yang sangat besar. Proses pembuahan yang rumit mulai dapat dikenali dan dipelajari, bahkan akhir akhir ini sudah dapat dilakukan proses pembuahan buatan, yang meniru proses alamiah, dan terjadilah inseminasi buatan, yang tidak menimbulkan masalah etika pada dunia hewan, tetapi menjadi sangat kompleks dalam dunia manusia. Cloning merupakan proses pembuahan buatan yang menimbulkan kontradiksi yang sangat kompleks. Berbagai macam penyulit dalam kurun waktu kehidupan di dunia dalam bentuk berbagai penyakit juga dapat dikenali satu demi satu, dan sebagian besar penyakit infeksi sudah dapat disembuhkan, sebagian besar penyakit non infeksipun sudah dapat dikendalikan, walaupun belum dapat disembuhkan. Semua upaya tersebut di atas, yang dikerjakan oleh manusia mempunyai hakekat untuk memperoleh jalan keluar dalam mengatasi kesulitan ataupun gangguan dalam proses pembuahan, kelahiran dan kehidupan itu sendiri yang akhirnya adalah menunda proses akhir dari seluruh rangkaian kehidupan di dunia, yaitu kematian.
Sampai saat ini kematian merupakan misteri yang paling besar, dan ilmu pengetahuan belum berhasil menguaknya. Satu satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama. Kematian sebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini, merupakan hak dari Tuhan. Tidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannya, termasuk mempercepat waktu kematiannya.




II.Kematian.
Mati sesungguhnya masalah yang sudah pasti terjadi, akan tetapi tidak pernah diketahui dengan tepat kapan saatnya terjadi. Pengertian tentang kematian itu sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kematian dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu: somatic death (Kematian Somatik) dan biological death (Kematian Biologik). Kematian somatik merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda tanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun dan tidak adanya aktifititas listrik otak pada rekaman EEG. Dalam waktu 2 jam, kematian somatik akan diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 jam diantaranya dikenal sebagai fase mati suri. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan seperti alat respirator (alat bantu nafas), seseorang yang dikatakan mati batang otak yang ditandai  dengan rekaman EEG yang datar, masih bisa menunjukkan aktifitas denyut jantung, suhu badan yang hangat, fungsi alat tubuh yang lain seperti ginjalpun masih berjalan sebagaimana mestinya, selama dalam bantuan alat respirator tersebut.  Tanda tanda kematian somatik selain rekaman EEG tidak terlihat. Tetapi begitu alat respirator tersebut dihentikan, maka dalam beberapa menit akan diikuti tanda kematian somatik lainnya. Walaupun tanda tanda kematian somatik sudah ada, sebelum terjadi kematian biologik, masih dapat dilakukan berbagai macam tindakan seperti pemindahan organ tubuh untuk transplantasi, kultur sel ataupun jaringan dan organ atau jaringan tersebut masih akan hidup terus, walaupun berada pada tempat yang berbeda selama mendapat perawatan yang memadai. Jadi dengan demikian makin sulit seorang ilmuwan medik menentukan terjadinya kematian pada manusia. Apakah kematian somatik secara lengkap harus terlihat sebagai tanda penentu adanya kematian, atau cukup  bila didapati salah satu dari tanda kematian somatik, seperti kematian batang otak saja, henti nafas saja atau henti detak jantung saja sudah dapat dipakai sebagai patokan penentuan kematian manusia. Permasalahan penentuan saat kematian ini sangat penting bagi pengambilan keputusan baik oleh dokter maupun keluarganya dalam kelanjutan pengobatan. Apakah pengobatan dilanjutkan atau dihentikan. Dilanjutkan belum tentu membawa hasil, tetapi yang jelas akan menghabiskan materi, sedangkan bila dihentikan pasti akan membawa kefase kematian. Penghentian tindakan pengobatan ini merupakan salah satu bentuk dari euthanasia.


III.Euthanasia.
Berdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian ke dalam tiga jenis, yaitu:
1.Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi karena proses alamiah.
2.Dysthanasia, yaitu kematian yang terjadi secara tidak wajar.
3.Euthanasia, yaitu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.
          
Dalam kesempatan ini, hanya euthanasia sajalah yang akan dibahas.
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harafiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Menurut Philo (50-20 SM) euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti “mati cepat tanpa derita’(dikutip dari 5). Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.
          
Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti, yaitu:
1.Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir.
2.Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang.
3.Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
        
Dari pengertian pengertian di atas maka euthanasia mengandung unsur unsur sebagai berikut:
1.Berbuat sesuatu atau tidfak berbuat sesuatu.
2.Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien
3.Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan.
4.Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya.
5.Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya.
          
Dari berbagai penggolongan euthanasia, yang paling praktis dan mudah dimengerti adalah:
A.Euthanasia pasif, di mana tenaga medis tidak lagi memberikan atau melanjutkan bantuan medik.
B.Euthanasia aktif, baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana dokter dengan sengaja melakukan tindakan untuk mengakhiri hidup pasien.

Euthanasia Dibagi menjadi dua kategori lagi, yaitu
a.Euthanasia aktif langsung : dilakukannya tindakan medik secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek hidup pasien, disebut juga mercy killing.
b.Euthanasia aktif tidak langsung : dilakukannya tindakan medik dengan mengetahui resiko dari tindakan itu yang menyebabkan hidup pasien menjadi pendek atau berakhir.

Sedang jenis euthanasia yang dilihat dari segi permintaan, yaitu :

1. Euthanasia voluntir alias euthanasia sukarela (atas permintaan pasien), euthanasia ini dilakukan karena permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang
2. Euthanasia involuntir alias tidak atas permintaan pasien, euthanasia ini dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar dan biasanya keluarga pasien yang meminta


IV.Ada beberapa konsep tentang kematian, yaitu :                                              
1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Hal ini sangat berhubungan dengan tugas jantung dan paru-paru yang berhenti fungsi juga, seperti dalam PP no 18 tahun 1981 yang menyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru2. Pengertian ini pada dasarnya tidak dapat dipergunakan lagi karena adanya teknologi resusitasi yang memungkinkan jantung dan paru2 yang berhenti berdenyut dapat dipacu untuk kembali normal.
2. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Kalo yang ini kesannya nyawa bisa ditarik lagi, sehingga euthanasia dilakukan untuk menarik nyawa itu kembali ke dalam raga manusia.
3. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Hal ini masih perlu ditanyakan karena ada beberapa organ yang berfungsi sendiri2 tanpa terkendali otak. Tetapi konsep ini sangat menguntungkan untuk kepentingan transplantasi
4. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial


V. di Indonesia, euthanasia tidak boleh dilakukan, karena pada beberapa pasal KUHP ada yang menyatakan:
- Pasal 344 KUHP : Barangsiapa memnghilangkan jiwa orang lain atas      permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh2, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun
- Pasal 338 KUHP : Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun
- Pasal 340 KUHP : Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
- Pasal 359 KUHP : Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
- Pasal 345 KUHP : Barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar