Kritik dan Saran silahkan kirim pesan ke" bayz.pabayo@gmail.com "

Kolestasis pada Neonatal


Pendahuluan
Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu. Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal. Diagnosis dini kolestasis sangat penting karena terapi dan prognosa dari masing-masing penyebab sangat berbeda. Pada atresia bilier, bila pembedahan dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk. Salah satu tujuan diagnostik yang paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah gangguan aliran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik.


Tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase:  prahepatik, intrahepatik, pascahepatik.
Fase prehepatik
Bilirubin merupakan hasil dari pemecahan hemoglobin yang penting. hemoglobin yang di lepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera di fagosit oleh jaringan makrofag(system retikuloendotelial) di hampir seluruh tubuh, namun terutama di hati (sel-sel kupfer), limpa sum-sum tulang. di sini , hemoglobin pertama kali di pecah menjadi globin dan heme, dan cincin heme di buka untuk memberikan (1) besi bebas yang di transport ke dalam darah oleh transferin, (2) rantai lurus dari empat inti pirol yaitu substrat dari mana nantinya pigmen empedu akan di bentuk. Pigmen empedu yang dibentuk adalah biliverdin,tetapi ini dengan cepat direduksi menjadi bilirubin bebas, yang secara bertahap akan di lepaskan kedalam plasma. bilirubin bebas bergabung dengan sangat kuat dengan albumin plasma dan di transport dalam kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial.

Fase intrahepatik
Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorpsi melalui membrane sel hati. sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera setelah itu kira-kira 80% di konjugasi dengan asam glukoronat untuk membentuk bilirubin glukoronida. Kira-kira 10% dikonjugasi dengan asam sulfat untuk membentuk bilirubin sulfat, dan akhirnya 10% berkonjugasi dengan berbagai zat lainnya. Dalam bentuk ini bilirubin dikeluarkan melalui proses traspor aktif ke dalam kanalikuli empedu dan kemudian masuk ke usus.

Fase ekstrahepatik
Sekali berada didalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin terkonjugasi di ubah oleh kerja bakteri menjadi urobilinogen, yang mudah larut. Beberapa urobilinogen direabsorpsi melalui mukosa usus kembali kedalam darah. Sebagian besar diekskresikan kembali oleh hati ke dalam usus,tetapi kira-kira 5% diekskresikan oleh ginjal kedalam urin. Setelah terpapar oleh udara dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin, atau feses urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi sterkobilin.

Penyakit gangguan metabolisme bilirubin
  1. hiperbilirubinemia tak terkonjugasi : hemolisis,sindrom gilbert, sindrom crigler-Najjar, hiperbilirubinemia shunt primer.
  2. hiperbilirubinemia terkonjugasi
a)      nonkolestasis : sindrom Dublin-johnson, sindrom rotor.
b)      Kolestasis

Definisi
Kolestasis neonatal yaitu hambatan sekresi dan atau aliran empedu yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan. Akibatnya akan terjadi akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang harus sekresi oleh empedu seperti bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke dalam plasma dan pada pemeriksaan histopatologi akan terlihat penumpukan empedu didalam sel hati dan sistem bilier.
Penumpukan bahan tersebut akan merusak sel hati dengan berbagai tingkat gejalah klinik yang mungkin tejadi, serta pengaruhnya terhadap organ sistemik lainnya, tergantung dari lamanya kolestasis berlangsung. Secara klinik bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna lebih pucat sampai dempul.

Klasifikasi kolestasis
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan
saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik .
a)      Kolestasis intrahepatik
Penyebab paling sering kolestasis intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, dan penyakit hepatitis autoimun.
Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, akibat perubahan hormon selama kehamilan(kolestasis pada kehamilan), karsinoma metastatik.
Penyebab paling sering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menghambat dan menekan kanalikuli empedu. Penyakit hepatoselular  biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin konjugasi dan ekskresi,  tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi.
pemakaian obat-obatan tertentu pada keadaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan gangguan retensi bilirubin dalam sel.obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan(anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data terakhir menyebutkan juga kelompok yang lebih tua bisa di kenai. Dua penyakit autoimun yang berpengaruh pada system bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati yang bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejalah yang timbul kemudian.
cholangitis sklerosing primer (PSC) merupakan penyakit lain yang sering di jumpai pada laki-laki dan sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSC bias menjurus ke kolangio-karsinoma.

b)     Kolestasis ekstrahepatik
Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pancreas umumnya terjadi pada dewasa muda menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga pada karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan dan kiri.
Efek patofisiologis mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam empedu dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalan untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk kedalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungan belum jelas sehingga patogenesis gatal masi belum bisa diketahui dengan pasti.

Etiologi
Menurut landing (1974) bahwa baik atresia bilier atau hepatitis neonatal mempunyai etiologi dasar yang sama hanya daerah yang terkena saja yang berbeda.
Balistreri (1985) mengajukan 5 kelompok besar penyebab kolestasis

                  I.    Kelainan anatomi
  1. Ekstrahepatik
1.      Atresia bilier
2.      Hipoplasia Bilier
3.      Stenosis duktus empedu
4.      choleodochal – parercoticoductal junctional anomaly
5.      perforasi spontan bile duct
6.      kista choleodochal
7.      massa (neoplasia, batu)

  1. Intrahepatik
1.      hepatitis neonatal idiopatik
2.      kolestasis intrahepatik, persisten
a.                   Nonsyndromicpaucity of intrahepaticdct
b.                  Arteriohepatic dysplasia (Alagille syndrome)
c.                   Penyakit Byler (kolestasis intrahepatik dengan progressive hepatocellular)
d.                  Trihydroxcoprostanic acidemia (kerusakan metabolisme asam empedu dan kolestasis)
3.      kolestatis intrahepatik, rekuren
a.       kolestatis rekuren familial jinak
b.      kolestatis herediter dengan lymphodema
4.      fibrasis kongenital hepatik
5.      Caroli disease (dilatasi kistik duktus intrahepatik)

                  II.        Gangguan metabolik
A.    Gangguan metabolisme amino
1.      Tyrosinemia
2.      Hypermethioninemia
B.     Gangguan metabolisme lipid
1.                  Wolman disease
2.      Niemann – pick disease
3.      Gaucher disease
C.     Gangguan metabolisme karbohidrat
1.   Galactosemia
2.                  Fructosemia
3.                  Glycogenolisis IV
D.    Penyakit metabolik dengan akibat tidak khas
1.      Defisiensi Alpha-1 antitrypsin
2.                  Fibrosis kistik
3.                  Hipopituitarism idiopathic
4.                  Hypothyroidism
5.                  Neonatal iron storage disease
6.                  Indian childhood cirrhosis
7.                  Multipleacyi-CoA dehydrogenation deficiency (glutaric acid type II)
III.       Infeksi
1.   Cytomegalovirus
2.   virus hepatitis B
3.   virus Rubella
4.   virus herpes
5.   virus varicella
6.   virus coxsackie
7.   virus ECHO
8.   Toxoplasmosis
9.   sifilis
10. Tuberculosis
11. Listeriosis
                 IV.       Genetik / kromosom : trisomo E, sindrom down, sindrom Donahue,
                  V.                Lain – lain :
                  toksik : obat, komplikasi nutrisi,
                  keganasan : lettere-siwe, histiositosis-x.
                  Penyerta penyakit : enteritis, obstruksi usus, renjatan.

Patogenesis
Kolestasis terjadi akibat gangguan sintesis dan atau sekresi asam empedu. Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil.
Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu.  Empedu berguna pada proses penanganan dan detoksifikasi bilirubin indirek. Salah satu contoh adalah bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu.
Pada keadaan dimana aliran asam empedu, menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia  terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.
Sekresi empedu yang normal tergantung dari fungsi beberapa transporter pada membrane hepatosit dan sel epitel duktus bilier (kolangiosit) dan pada struktur serta integritas fungsi apparatus sekresi empedu. Akibatnya, berbagai keadaan / penyakit yang mempengaruhi fungsi normal tersebut akan menimbulkan kolestasis. Patogenesis kolestasis secara keseluruhan dan pada tingkat  molekuler dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut.
1.  gangguan transporter ( Na+ K+ ATPase dan Na bile acid CO transporting protein – NCTP ) pada membran hepatosit sehingga ambilan asam empedu pada membran
tsebut akan    berkurang. Keadaan ini dapat terjadi misalnya pada penggunaan estrogen atau akibat endotoksin.
2.   berkurangya transportasi intraselular karena perubahan keseimbangan kalsium atau kelainan mikrotubulus akibat toksin atau penggunaan obat.
3.   berkurangnya sekresi asam empedu primer yang berpotensi untuk mengakibatkan kolestasis dan kerusakan sel hati.

Saat ini dibedakan 2 fase gangguan transpor yang dapat terjadi pada kolestasis.
Fase 1: gangguan pembentukan bilirubin oleh sel hepar,yang dapat terjadi karena  sebab, antara lain:
  • Adanya kelainan bentuk (distorsi, sirosis)
  • Berkurangnya jumlah sel hepar (’’deparenchy, matised liver”)
  • Gangguan fungsi sel hepar
Pada keadaan ini, berbagai bahan yang seharusnya dibuang melalui empedu akan bertumpuk dan tidak mencapai usus yang akan sangat mengganggu pencernaan sehingga terjadi berbagai defisiensi, kondisi toksik, serta penumpukan pigmen empedu yang menyebabkan ikterus. Gangguan fase pertama ini disebut kolestasis primer.

Fase 2: gangguan transpor yang terjadi pada perjalanan dari bilirubin mulai dari hepar ke kandung empedu sampai ke usus.
Bayi pada minggu pertama sering menunjukkan gejala kolestasis dengan tinja ikolis/hipokolis, karena proses kolestasis yang terjadi fisiologis akibat masih kurang matamgnya fungsi hepar. Namun harus diwaspadai bila hal ini terjadi pada minggu-minggu berikutnya. Hepar hampir selalu membesar sejak dari permulaan penyakit.Pembesaran limpa pada 2 bulan pertama lebih sering terdapat pada kolestasis intrahepatik lari pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya lebih banyak pada kolestasis ekstrahepatik.

DUA KOMPLIKASI KOLESTASIS
v  Kolesistitis akut
Factor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu(90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu(kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak factor yang berpengaruh, seperti kepekaan cairan empedu, kolesterol, prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Koleisistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu ,batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus.


v  Kolesistitis kronik
Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis dan lebih sering timbul perlahan-lahan, penderita yang memiliki resiko tinggi terkena komplikasi kronik pada setiap bentuk kolestasis neonatus

Anamnesis kolestasis
  • Menanyakan adanya ikterus pada Orang tua, yang  usia bayinya lebih dari 14 hari. Ikterus ditemukan pada kulit, dan sclera.
  • Menanyakan pada orang tua apakah feses berwarna seperti dempul atau alkolis.
  • Urin yang berwarna kuning atau gelap. Hal ini dikarenakan bilirubin urin yang meningkat.
  • Menanyakan, apakah saat sedang hamil ibu menderita infeksi.
  • Ada riwayat keluarga yang menderita kolestasis, hal ini dihubungkan dengan adany kelainan genetic/metabolic (defisiensi α-1 antitrypsin).
Pemeriksaan fisik Kolestasis
Ikterus
  • Gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama karena pada neonatus, ikterus sebagian besar fisiologis.Pada bayi dan anak, warna kuning terlihat bila kadar bilirubin 2mg/dl.  Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung  banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif. Apabila yang meninggi bilirubin indirek warna ikterus kuning terang, bila bilirubin direk yang meninggi, warnanya kuning kehijauan.
Hepatomegali
Kolestasis dapat menyebabkan hepatomegali terutama kolestasis intrahepatik karena perubahan bilirubin terkonjugasi tidak terbentuk sempurna oleh karena adanya proses peradangan dalam hepar.
  • Hati dapat dipalpasi secara monomanual dan bimanual. Untuk melakukan pengukuran besar hati, digunakan patokan 2 garis, yakni:
    1. garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan arkus costa.
    2. garis yang menghubungkan pusat dengan prosesus xiphoideus.
      Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dan dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut, atau dalam cm. Selain ukuran hati, dicatat konsstensi, tepi, permukaan, dan terdapat nyeri tekan.Pada anak, tepi hati normal dapat diraba sampai 2cm dibawah tepi arkus costa kanan. Pada bayi yang baru lahir, terdapat pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus costa pada garis midklavikula kanan. Pengukuranlebar hati dilakukan dengan perkusi pekaknya tepi atas dan dengan palpasi tepi bawah pada linea midklavikularis kanan. Kisaran lebar sekitar 4.5-5 cm pada umur 1 minggu, sampai sekitar 7-8 cm pada laki-laki dan 6-6.5 cm pada wanita umur 12 tahun. Perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.

Splenomegali
  • Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai Pada neonatus, limpa masih mungkin teraba sampai 1-2 cm di bawah arkus costa oleh karena proses hematopoesis ekstramedular yang masih berlangsung sampai anak usia 3 bulan..Besarny limpa diukur menurut cara Schuffner. Jarak maksimum dari pusat ke garis singgung pada arkus kosta kiri dibagi menjadi 4 bagian yang sama; garis ini diteruskan ke bawah hingga memotong lipat paha, garis dari pusat ke lipat paha dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusat dinyatakan sebagai Schuffner IV, sampai lipat paha Schuffner VIII. Kandung empedu yang membesar akan teraba bulat, licin dan memberi kesan bahwa letaknya dekat sekali di bawah kulit kanan atas.
Asites
  • Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal yang mengakibatkan  terjadinya transudasi cairan dari daerah splangnikus   dan fungsi hati yang memburuk .Terdapat 4 cara untuk mendeteksi terdapatnya asites, yakni :
  1. Pada posisi anak telentang, dilakukan perkusi sitematik dari umbilicus ke arah lateral dan bawah untuk mencari batas berupa garis konkaf antara daerah yang timpani dengan daerah  pekak yang terdapat asites.
  2. Menentukan daerah redup yang berpindah (shifting dullness) dengan melakukan perkusi umbilicus ke sisi perut untuk mencari daerah redup atau pekak ;daerah redup akan menjadi timpani apabila anak berubah posisi dengan memiringkan pasien.
  3. Menentukan adanya gelombang caran (fluid wave) atau disebut undulasi Cara ini dilakukan pada asites yang sangat banyak serta dinding abdomen yang tegang. Pasien dalam posisi telentang ; satu tangan pemeriksa diletakan pada satu sisi perut pasien, sedangkan jari tangan satunya mengetuk-ngetuk dinding perut sisi lainnya. Sementara itu, dengan pertolongan orang lain gerakan yang diantarkan melalui dinding abdomen dicegah dengan jalan meletakan satu tangan di tengah abdomen pasien dengan sedikit menekan. Pada asites data dirasakan gelombang cairan pada tangan pertama.
  4. Menentukan daerah yang redup pada bagian terendah perut pada posisi anak tengkurap dan menungging. Ini dilakukan pada anak besar dengan asites sedikit(puddle sign).
Venektasi
  • Gambaran vena dinding abdomen dapat terlihat pada anak gizi kurang atau buruk. Gambaran vena patologis dapat terlihat pada gagal jantung, peritonitis, atau obstruksi vena. Dengan menentukan aliran darah vena dapat dketahui kemungkinan penyebab pelebaran vena. Dalam keadaan normal, aliran darah vena dibawah umbilicus ialah ke arah bawah, sedangkan di atas umbilicus kea rah atas. Pada obstruksi vena kava inferior aliran darah menjadi terbalik, yakni ke atas. Pada obstruksi vena kava superior, aliran darah vena di atas umblikus yang normalnya ke atas menajdi ke bawah.
Gambaran klinis
Gambaran klinis pada kolestasis pada umumnya disebabkan oleh keadaan-keadaan :
1.      Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
·         Tinja alkolis
·         Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun
·         Urobilin dalam air seni negative
·         Malabsorbsi lemak dan vitamin larut lemak
·         Steatore
2.      Akumulasi empedu dalam darah
·         Ikterus
·         Gatal-gatal
·         Hiperkolesterolemia
3.      Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
·         Anatomis
Ø  Akumulasi pigmen
Ø  Reksi peradangan dan nekrosis
·         Fungsional
Ø  Gangguan ekskresi(alkali fosfatase dan gamma glutamil transpeptidase meningkat)
Ø  Transaminase serum meningkat
Ø  Gangguan ekskresi sulfobromofltalein
Ø  Asam empedu serum meningkat
Diagnosis Differensial Kolestasis

Kolestasis ekstrahepatik
Kolestasis intrahepatik
Bilirubin total(mg/dl)
10.2± 4.5
12.1± 9.6
Bilirubin direk (mg/dl)
6.2 ± 2.6
8± 6.8
SGOT(peningkatan dari N)
<5x
>10x
SGPT(peningkatan dari N)
<5x
>10x
GGT(peningkatan dari N)
>5x
< 5x

Pemeriksaan penunjang untuk membedakan kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik adalah pemeriksaan kadar komponen bilirubin, darah tepi lengkap, uji fungsi hati termasuk SGOT,SGPT,GGT, alkali fosfatase, masa protrombin, dan bilirubin urin.
Dari pemeriksaan tinja 3 porsi dapat dibedakan kolestasis ekstrahepatik (selama beberapa hari ketiga porsi tinja dempul) dan intrahepatik (hasil berfluktuasi  atau kuning terus menerus).
Tabel 1. Gambaran umur penderita kolestasis dan lokasi kelainan.


Etiology
Male
Female
0-2 month
3-6      month
7-12 month
%

1.
2.
Intra-hepatic
Neonatal Hepatitis
Liver Cyst



27
-

28
2

27
-

19
1

9
1

78
3

1.
2.
3.
4.
Extrahepatic
Biliary Atresia
Ductus Choledochus Cyst
Contracted Gall Bladder
Insipissated Bile Syndrome


4
1
-
1

3
3
1
-

3
1
-
1

2
1
-
-

2
2
1
-

10
6
1.5
1.5

Total
33
37
32
23
15
100


Tabel dari pengumpulan data penderita kolestasis bayi umur  0-11 bulan yang dirawat di RSUD Dr. Sutomo pada periode antara januari 1999-Desember 2001
Dari tabel, diatas didapatkan bahwa kolestasis intra hepatic penyebab terbanyak adalah hepatitis neonatal dan kolestasis ekstrahepatik penyebab terbanyaknya ialah atresia biliaris.
Perbedaan hepatitis neonatal (kolestasis intrahepatik ) dan atresia biliaris(kolestasis ekstrahepatik) :
  • Insiden familial
Pada hepatitis neonatal idiopatik insiden familial sekitar 20 %, sedangkan atresia biliaris ekstrahepatik tidak berulang dalam keluarga yang sama.Hepatitis neonatus intrahepatik sering muncul pada bayi premature atau kecil menurut masa kehamilan.
  • Palpasi hati
Ukuran atau konsisitensi yang tidak normal pada penderita atresia biliaris ekstrahepatik, sedangkan pada hepatitis neonatus jarang didapatkan.
  • Warna feses
Feses alkolik memberi kesan obstruksi biliaris(atresia biliaris), tetapi pada penderita hepatitis neonatus bisa menderita gangguan ekskresi empedu sementara. Feses berpigmen secara terus menerus berlawanaan dengan kebiasaan atresia biliaris.
  • Skintigrafi hepatobiliaris
Pada atresia biliaris, fungsi hepatosit utuh dan ambilan agen tidak terganggu, tetapi ekskres ke dalam usus tidak ada, sedang pada hepatitis neonatus , ambilan lamban tetapi ekskresi ke dalam saluran empedu dan usus akhirnya terjadi.
  • Biopsi hati
Biopsi hati memberikan bukti adanya pembeda yang dapat dipercaya. Pada atresia biliaris, ada proliferasi duktulus biliaris, ada sumbatan empedu, dan edema porta atau perilobuler dan fibrosis, dengan arsitek lobuler hati dasar yang utuh. Pada, penyakit hepatitis neonatus, ada penyakit hepatoseluler berat dan difus, dengan penyimpangan arsitektur lobuler, infiltrasi sel radang, nekrosis hepatoseluler.

Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin, darah tepi lengkap, uji fungsi hati termasuk transaminase serum (SGOT, SGPT, GGT), alkali fosfatase, protrombin time, dan bilirubin urin.
Pemeriksaan USG dapat melihat patensi duktus bilier, keadaan kandung empedu saat puasa dan sesudah minum; serta dapat mendeteksi adanya kista duktus koledokus, batu kandung empedu, dan tumor.
Pemerikasaan penunjang awal pada kolestasis intrahepatik adalah pemerikasaan serologis TORCH, petanda hepatitis B (bayi dan ibu), kadar alfa-1 antitripsin dan fenotipnya, kultur urin, urinalisis untuk reduksi substansi non-glukosa, gula darah, dan elektrolit. Bila terdapat demam atau tanda-tanda infeksi lain dilakukan biakan darah.

Penatalaksanaan
A.    Terapi medikamentosa yang bertujuan :
·         Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan :
§  Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi dua dosis, peroral. Fenobarbital merangsang enzim glukoronil transferase (merangsang ekskresi bilirubin), enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenasi toksin), enzim Na-K-ase (menginduksi aliran empedu).
§  Kolestiramin. Dosis untuk neonatus 1g/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu/minum. Dosis bayi 250-750 mg/kgBB/hari. Dosis anak besar maksimal 16 gram/hari. (1 sachet = 4 gram). Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.
·         Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan asam ursodeoksikolat, 3-10 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, peroral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
·         Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, maka penanganannya sesuai dengan situasi dan kondisi.

B.     Terapi Nutrisi
·         Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglicerides ( MCT) untuk mengatasi malabsorbsi lemak.
·         Penatalaksaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak dengan memberikan tambahan :
§          Vitamin A, 5.000 – 10.000 IU/hari
§          Vitamin D3, (kalsitriol) 0.05 – 0.2 ug/kgBB/hari
§          Vitamin E, 25 IU/kgBB/hari
§          Vitamin K1, (yang larut dalam air) 2,5-5 mg/hari
§          Kalsium dan Fosfor bila dianggap perlu

C.     Terapi Kausatif
Pada atresia bilier dilakukan intervensi bedah portoenterostomi terhadap atresia bilier,  yang dapat dikoreksi yaitu tipe I dan II (belum terjadi fibrosis dan sirosis bilier).. Bila terdapat demam atau tanda-tanda infeksi lain, segera berikan antibiotic spektrum luas. Terapi lain sesuai dengan penyebab kolestasis.

1 komentar:

  1. Atresia Bilier adalah suatu keadaan yang terjadi pada bayi yang baru lahir dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Penyebab atresia bilier ini tidak diketahui tetapi kondisi tersebut ditemukan pada 1 dari 15000 kelahiran. Atresia Bilier temukan jawab di tanyadok.com portal informasi layanan kesehatan untuk menemukan penyebab dan cara penangulangannya.

    BalasHapus