Kritik dan Saran silahkan kirim pesan ke" bayz.pabayo@gmail.com "

Obat Batuk Antitusif pada Susunan Syaraf Pusat



Antitusif yaitu obat yang bekerja pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk.
1.1 Antitusif yang bekerja di perifer
Obatgolongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran napas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anestesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran napas.

1.1.1.  Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol dan garam fenol digunakan dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di pharing, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah

1.1.2. Demulcent

Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai. Obat ini biasanya digunakan sebagai sirup atau tablet isap (lozenges) dan termasuk acacia, licorice, glycerine, madu, dan sirup cherry liar.


1.1.3. Lidokain
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian anestesi topikal, yaitu:
1) Risiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat,
2) Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi,
3) Peningkatan tahanan jalan napas sesudah inhalasi zatanestesi,
4) Risiko terjadinya efek toksis sistemik, termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung


1.2 Antitusif yang bekerja sentral.



Agen antitusif kerja sentral menginhibisi refleks batuk dengan menekan pusat batuk madularis atau pusat yang lebih tinggi. Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.



1.2.1. Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk antitusif. di samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek pembersihan mukosilier dengan menghambat sekresi kelenjarmukosa bronkus dan aktivitas silia; terapi kodein kurang mempunyai efek tersebut.




Kodein

Obat ini merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20 ­ 60 mg atau 40 ­ 160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Di samping itu obat ini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat napas dan pembersihan mukosilier Efek samping pada dosis biasa jarang ditemukan. Pada dosis agak besar dapat timbul mual, muntah, konstipasi, pusing, sedasi, palpitasi, gatal-gatal, banyak keringat dan agitasi.


Hidrokodon
Merupakan derivat sintetik morfin dan kodein, mempunyai efek antitusif yang serupa dengan kodein. Efek samping utama adalah sedasi, penglepasan histamin, konstipasi dan kekeringan mukosa. Obat ini tidak lebih unggul dari kodein. Derivat morfin dan kodein yang lain seperti hidromorfon mempunyai efek an titusif. Tetapi obat ini mempunyai efek adiksi yang lebih besar dan tidak lebih unggul dibandingkan dengan kodein.


1.2.2. Antitusif Non-Narkotik
Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-20 mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10 mg. Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 – 5 mg setiap 4 jam.



Dextrometorphan
Walaupun secara struktur kimia, obat ini berhubungan dengan morfin dan kodein, namun efek penahan nyeri tidak dimiliki oleh bahan kimia ini. Seperti kodein, Dextrometorphan akan bekerja langsung ke pusat batuk di bagian otak, untuk meningkatkan ambang respon dari batuk. Untuk dosis yang aman, Dextrometorphan lebih cepat di serap dalam saluran pencernaan. Efek menekan reflex batuk, akan terasa selama 6 jam. Seperti kodein, obat ini di metabolisme atau di olah di hepar/liver dan di keluarkan melalui air seni. Dua penelitian yang dilakukan, menunjukan adanya kontroversi efek dari obat ini terhadap orang dewasa. Tukainen dkk., terhadap 108 orang dewasa, didapatkan penurunan frekuensi batuk terutama pada malam hari. Sementara Thackray, menemukan kombinasi obat Dextrometorphan, ditambah decongestan (obat batuk berdahak) dan antihistamin tidak memiliki efek terhadap batuk, pada 70 orang dewasa. Tiga penelitian pernah di lakukan untuk melihat reaksi Dextrometorphan terhadap anak, dan kembali memberikan hasil yang berlawanan. Percobaan pertama dilakukan dengan memberikan Dextrometorphan saja, dan tidak menemukan efek perbaikan.  Sementara dua percobaan yang lain menggunakan Dextrometorphan dengan bahan yang lain, menemukan adanya penurunan batuk dan gerjala-gejala gangguan pada hidung. Namun, tidak jelas, bahan apa yang memiliki efek ini.
Efek samping
Efek yang kurang nyaman dari obat ini adalah munculnya perasaan berputar dan gangguan pencernaan. Seperti kodein, obat ini dapat menyebabkan keluarnya histamine, pada beberapa orang yang sensitive terhadap bahan tersebut. Efek toksik umumnya rendah. Bagaimanapun, pada dosis yang tinggi, Dextrometorphan akan menyebabkan depresi atau penurunan system saraf pusat di otak. Dua laporan mengenai keracunan Dextrometorphan pada anak-anak, mengambarkan gejala ataxia, nistagmus (gangguan keseimbangan pada mata), dan gangguan pada tingkat kesadaran.


Butamirat sitrat

Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8 tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2x15 ml.

Noskapin
Noskapin tidak mempunyai efek adiksi meskipun termasuk golongan alkaloid opiat. Efektivitas dalam menekan battik se-banding dengan kodein. Kadang-kadang memberikan efek samping berupa pusing, mual, rinitis, alergi akut dan konjung-tivitis. Dosis dewasa 15-30 mg setiap 4- 6 jam, dosis tunggal 60 mg aman dalam menekan batuk paroksismal. Anal( berumur 2 - 12tahundosisnya 7,5 - 15 mg setiap 3 - 4 jam dan tidak melebihi 60 mg per hari.

Difenhidramin
Obat ini termasuk golongan antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat timbul ialah mengantuk, kekeringan mulutdan hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik, karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma,
retensi urin dan gangguan fungsi paru. Juga harus hati-hati bila digunakan bersama obat antikolinergik lain, penekan saraf pusat atau perangsang susunan saraf pusat. Dosis yang
dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam tidak melebihi 100 mg/hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50
mg/hari, sedangkan untuk anak 2 - 5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg/hari. Retensi cairan yang patologis di jalan napas disebut mukostasis. Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat mukokinetik dikelompokkan atas beberapa golongan. Pada tabel 3 dapat dilihat penggolongan obat mukokinetik

Penggolongan obat mukokinetik

Diluent
Surfaktan
Mukolitik
Bronkomukotropik

Bronkorrheik

Ekspektorans

Mukoregulator

Mediator otonom
Menambah jumlah cairan mukus
Menurunkan efek perlengketan oleh mukus
Memecah rantai molekul mukoprotein
Obat yang secara langsung merangsang sekresi cairan dan glukoprotein kelenjar bronkus
Mengeluarkan cairan dari mukosa dengan proses osmotik atau iritasi
Obat yang merangsang pengeluaran cairan dan glikoprotein kelenjar bronkus secara reflex
Obat yang merubah sekresi kelenjar bronkus menjadi kurang kental
Perangsangan simpatomimetik atau reseptorlain yang secara langsung
mengakibatkan sel kelenjar


1. Diluent (cairan)
Air : adalah diluent yang utama, berguna untuk mengencer-
kan cairan sputum
-          Larutan garam faal, merupakan larutan yang paling sesuai untuk nebulisasi dan cairan lavage.
-          Larutan garam hipotonik digunakan pada pasien yang me-merlukan diet garam.
-          Larutan garam hipertonik bersifat lebih iritan sehingga menimbulkan batuk. Karena sifatnya yang hipertonik, larutan ini merangsang pengeluaran cairan dari mukosa saluran napas sehingga digunakan untuk merangsang pengeluaran sputum pada penderita batuk yang tidak produktif.

2. Surfaktan
Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket mukus pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu perlu dilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan obat ini lebih baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada terapi inhalasi.

3. Mukolitik
Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehingga menurunkan viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan thiol dan enzim proteolitik.

Golongan Thiol
Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah asetilsistein.

Asetilsistein
Asetilsistein adalah derivat H-asetil dari asam amino L-sistem, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke dalam saluran napas melaluikateteratau bronksokop memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata. Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam dan menggigil jarang ditemukan. Efek toksis sistemik tidak lazim oleh karena obat dimetabolisme dengan cepat. Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2 - 3 kali per oral. Pemberian secara inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2 - 20 ml larutan 10% setiap 2 - 6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1 - 2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai aerosol hams dicampur dengan bronkodilator oleh karena ia mempunyai efek bronkokonstriksi.
Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam mengencerkan mukus. Bila diberikan secara oral dalam
jangka waktu yang lama obat ini ditoleransi dengan baik dan tidak mempunyai efek toksik
Di samping bersifat mukolitik, N-asetilsistein juga mem-punyai fungsi sebagai antioksidan. N-asetilsistein merupakan sumber glutathion, yaitu zat yang bersufat antioksidans. Pemberian N-asetilsistein dapat mencegah kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh oksidan. Pada perokok, kerusakan saluran napas terjadi oleh karena zat-zat oksidans dalam asap rokok
mempengaruhi keseimbangan oksidan dan antioksidan. Dengan demikian pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru terhadap efek oksidan dalam asap rokok, sehingga mencegah terjadinya emfisema. Obat ini juga mempunyai efek antioksidan terhadap toksisitas asetaminofen.
Pada penderita Sindroma Gawat Napas Dewasa (ARDS) sering terjadi edema paru nonkardiak. Pada penderita ARDS kadar glutathion dalam plasma rendah. Pemberian N-asetilsistein intravena meningkatkan kadar glutathion dalam darah, se-hingga memberikan perbaikan klinik, yaitu peningkatan oksigenisasi jaringan, membaiknya compliance paru dan berkurangnya edema paru.
Penelitian pada penderita penyakit saluran napas akut dan kronik menunjukkan bahwa N-asetilsistein efektif dalam mengatasi batuk, sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik
pengobatan dengan N-asetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan bromheksin.

Enzim proteolitik
Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase, deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum yang purulen. Diberikan sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin mempunyai efek samping iritasi tenggorok dan mata, batuk, suara serak, batuk darah, bronkospasme, reaksi alergi umum dan metaplasi bronkus. Deoksisibonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektivitasnya tidak melebihi asetilsistein.


4. Bronkomukotropik
Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat ini menginduksi pengeluaran seromucin sehingga meningkatkan mukokinesis. Umumnya obat-obat inhalasi yang
mengencerkan mukus termasuk dalam golongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma. Contoh obat ini adalah mentol, minyak kamper, balsem dan kayu putih. Vicks Vapo Rub® mengandung berbagai minyak yang mudah menguap, adalah bronkomukotropik yang paling populer. Sulit dibuktikan bahwa obat ini efektif dalam membantu mengeluarkan sputum dan mengatasi batuk.

5. Bronkorrheik
Iritasi permukaan saluran naps menyebabkan pengeluaran cairan. Saluran napas bereaksi terhadap zat-zat iritasi yang toksik, pada keadaan berat dapat terjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi sebagai pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga memperbaiki mukokinesis. Contoh obat golongan ini adalah larutan garam hipertonik.

6. Ekspektorans
Ekspektorans adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan merangsang pengeluaran sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui:
·         ­ refleks vagal gaster
·         stimulasi topikal dengan inhalasi zat
·         perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus
·         perangsangan medula
Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai sirkuit refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan vagal kelenjar mukosa bronkus sebagai efferen. Termasuk ke dalam ekspektorans dengan mekanisme ini adalah:
·         ­ ammonium khlorida
·         kalium yodida
·         guaifenesin (gliseril guaiakolat)
·         sitrat (natrium sitrat)
·         ipekak

Kalium yodida
Obat ini adalah ekspektorans yang sangat tua dan telah di-gunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagai ekspek-torans obat ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus
dan secara tidak langsung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping angiodema, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300-650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak.

Guaifenesin (gliseril guaiakolat)
Selain berfungsi sebagai ekspektorans, obat ini juga mem-perbaiki pembersihan mukosilier. Obat ini jarang menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 2­4 g/hari. Anak-anak 6­11 tahun, 100-200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 g/hari, sedangkan untuk anak 2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari.


7. Mukoregulator
Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yaitu mengubah campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obat yang termasuk golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metilsistein.

Bromheksin
Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol adalah metabolitnya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan menurunkan viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan mungkin bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini ditoleransi dengan balk, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak di epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung. Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg tiga kali sehari, sedangkan ambrokso145-60 mg sehari.

Karbosistein (S-karboksi metilsistein)
Obat ini adalah derivat sistem yang lain, juga bermanfaat menurunkan viskositas mukus. Dosis obat minum biasanya 750 mg tiga kali sehari. Obat ini memberikan efek setelah diberikan
10-14 hari.

8. Mediator otonom
Stimulator yang paling poten untuk sekresi saluran napas adalah obat-obat kolinergik seperti asetilkolin dan metakolin. Kenyataannya obat ini sangat kuat sehingga menimbulkan banyak efek samping antara lain bronkospasme. Obat-obat simpatomimetik juga bisa merangsang penge-
luaran sekret. Obat Beta 2 agonis juga menyebabkan bronkodilatasi dan merangsang pergerakan silia. Oleh karena itu manfaat obat ini dalam mekanisme pengeluaran sekret tidak diketahui dengan jelas. Mediator lain seperti histamin, bradikinin, dan yang lainnya juga bisa meningkatkan sekret saluran napas. Tetapi efek samping zat-zat ini sangat berat menyebabkan obat ini tidak digunakan sebagai mukokinetik. Sebaliknya antihistamin, antikolinergik dan obat penghambat simpatomimetik beta menghalangi efek mukokinetik.

1 komentar:

  1. wah informasinya menarik gan,.. makasih.
    bisa jadi bahan referensi nih,.

    BalasHapus