Kritik dan Saran silahkan kirim pesan ke" bayz.pabayo@gmail.com "

Tumor Hati Pada Anak



PENDAHULUAN
             Pada kesempatan ini saya akan membagi masalah kanker hati pada anak, mudah-mudahan artikel ini bermanfaat dan dapat membantu saudara-saudari dalam penatalaksanaannya. Semua artikel saya ambil berdasarkan buku dan apa yang saya ketahui, mohon saran dan kritiknya bila terdapat kesalahan.
Tumor hati dapat dibagi atas tumor primer dan tumor sekunder. Sedangkan tumor primer bisa ganas atau jinak. Pada anak, tumor ganas hati kebanyakan tumor sekunder atau metastase dari tempat lain (limfoma, leukemia, neuroblastoma, tumor Wilm’s, rabdomiosarkoma, sarcoma Ewing).

Tumor ganas hati primer pada anak bisa berasal dari sel hati, saluran empedu, dan mesodermal. Yang berasal dari sel hati adalah karsinoma hepatoseluler, fibrolamelar variant, dan hepatoblastoma. Tumor hati primer pada anak realtif jarang dijumpai, lebih kurang 0,5-2% dibandingkan dengan semua keganasan lain pada anak (termasuk leukemia dan limfoma). Tumor ganas hati primer merupakan tumor ganas kesepuluh tersering yg dijumpai. Seperti tumor abdomen lain (tumor Wilm’s, neuroblastoma,dll. penderita dengan tumor hati sering datang dengan keluhan hanya pembengkakan di abdomen tanpa ada gejala lain atau ditemukan pembesaran hati pada pemeriksaan kesehatan rutin. Pada anak dengan dugaan tumor hati primer, harus dipikirkan proses jinak atau ganas. Pembesaran hati disebabkan oleh proses non-neoplastik atau barangkali oleh adanya massa lain di abdomen (tumor Wilm’s atau neuroblastoma).
Tumor hati primer jarang pada anak, terdapat lebih kurang 3% dari seluruh tumor pada anak. Kira-kira 50-60% dari tumor hati pada anak merupakan keganasan dan lebih dari 65% diantaranya adalah hepatoblastoma. Tumor ganas lainnya yang juga sering di dapatkan pada anak adalah karsinoma hepatoseluler.

I.             Penyebab Ca. Hepatocelular dan Hepatoblastoma

Penyebab tumor hati masih belum jelas. Tetapi telah ditemukan beberapa factor predisposisi untuk terjadinya tumor hati, diantaranya:

Sirosis Hati

Sirosis hati merupakan factor risiko utama karsinoma hepatoseluler di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus karsinoma hepatoseluler. Pada sirosis hati akan terjadi hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenoma multiple dan kemudian berubah menjadi karsinoma pada hati. Dengan demikian hal yang menyebabkan sirosis hepatic juga dapat menyebabkan karsinoma pada hati, seperti Virus Hepatitis, Zat Hepatotoxic Hemokromatosis dan lain sebagainya.

Virus Hepatitis B (HBV)

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya karsinoma hepatoseluler  terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam  DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasrnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yg aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yg berubah akibat HBV.

Virus Hepatitis C (HCV)

Prevalensi HCV-RNA dalam serum dan jaringan hati lebih tinggi pada pasien karsinoma hepatoseluler dengan HBsAg-negatif dibandingkan dengan yg HBsAg-positif. Ini menunjukkan bahwa infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis karsinoma hepatoseluler pada pasien yg bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien bukan penyakit hati akibat transfuse darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya karsinoma hepatoseluler dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.


Zat Karsinogenik (Aflatoksin)

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yg diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yg mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

II.     Patogenesis Ca. Hepatocelular dan Hepatoblastoma

KARSINOMA HEPATOSELULER

Karsinoma hepatoseluler ditandai dengan sel-sel polygonal dalam ukuran yg bervariasi dengan inti yg hiperkromatik dan terlihat sering mitosis. Tumor-tumor sering terlihat multisentris. Beberapa mensekresi empedu serta menyerang cabang-cabang vena porta dan hepatic.
Mekanisme karsinogenesis karsinoma hepatoseluler belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turn-over) sel hati yg diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen seluler atau inaktivasi gen supresor tumor. Hepatitis virus kronik, alcohol dan penyakit hati metabolic seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Dilaporkan bahwa HBV dan  juga HCV dalam keadaan tertentu juga berperan langsung pada patogenesis molekuler karsinoma hepatoseluler. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa factor lingkungan juga berperan pada tingkat molecular untuk berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.
Pada awal penyakit kadang-kadang tidak ada keluhan, atau keluhannya samara-samar, sehingga pasien tidak sadar sampai pada suatu saat tumor sudah besar. Adanya perbesara hati serta keluhan yg sering dirasakan berupa adanya perasaan sakit atau nyeri yg sifatnya tumpul, tidak terus-menerus, terasa penuh di perut kanan atas, tidak ada nafsu makan karena perut selalu terasa kenyang sehingga berat badan menurun secara drastis. Pasien merasakan adanya pembengkakan perut kanan atas atau daerah epigastrium, kadang-kadang pada awalnya ada keluhan muntah, jaundice, juga adanya pengurangan produksi gonadotropin oleh tumor peritonitis lokal atau difus. Dalam keadaan seperti itu perlu dipikirkan perdarahan intra abdominal.

HEPATOBLASTOMA

Hepatoblastoma merupakan karsinoma hati yg sering dialami pada anak usia dibawah dua tahun dan biasanya datang dengan perut membesar. Hepatoblastoma berbentuk massa tunggal dan biasanya lebih sering terdapat pada lobus kanan dan dapat juga terjadi pada lobus kiri atau pada kedua lobus dengan bentuk lesi tunggal yg luas atau lesi multiple dengan warna coklat sampai hijau dan terdapat daerah hemoragik dan nekrosis. Pada pemeriksaan patologi ditemukan sel-sel embrional dan jaringan mesenkim seperti osteoid, kartilago dan fibrosa. Tumor biasanya berukuran 15 cm atau lebih dengan berat mencapai 1 kg pada anak. Hepatoblastoma lebih sering ditemukan bermetastase ke paru dan lebih jarang ke tulang, otak, mata dan ovarium. Metastase ke pembuluh darah hati dan vena cava inferior dapat juga terjadi.

III.    Diagnosis

Diagnosis pada umumnya dilakukan dalam 3 hal diantaranya anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan beberapa pemeriksaan penunjang juga diperlukan dalam menegakkan diagnosis tumor hati pada anak dan metastasenya.
A.      Anamnesis
Keluhan utama:
§  Nyeri perut kanan atas dan kembung
§  Anorksia → >> Ca. Hepatoceluler
§  Penurunan berat badan
§  Muntah
§  Ikterus → Jarang pada Hepatoblastoma
§  Demam
§  Gejala anemia
§  Nyeri punggung akibat penekanan tumor

            Riwayat penyakit:
§  Pada karsinoma hepatoseluler, faktor predisposisi meliputi mycotoxin, sirosis hati, hepatitis B dan C, tumor supressor genes, tirosinemia, galaktosemia, defisiensi alfa-1 antitrypsin, glycogen storage disease, cystinosis, Wilson disease, cystinuria, penyakit Soto3, malnutrisi dan atresia empedu.
            Riwayat keluarga

§  Apakah di dalam keluarga baik ayah maupun ibu yang memiliki penyakit yang dapat menimbulkan factor predisposisi karsinogenic.

        
B.       Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang paling sering dijunpai adalah terdapat adanya hepatomegali dengan atau tanpa ‘bruit’ hepatic, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot.

C.      Pemeriksaan lanjutan

§  Pemeriksaan laboratorium
Pada karsinoma hepatoseluler, dapat dijumpai lekositosis, anemia, trombositosis (jarang), serum feritin meningkat, dan peningkatan nilai serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT) serta serum glutamic-pyruvate transaminase (SGPT) (lebih sering). Pada karsinoma hepatoseluler, petanda tumor meliputi alfa feto protein (AFP) yang meninggi, karsinoma embrionik antigen yang meninggi, serum asam alfa glutamyl transferase dan serum vitamin B-12 binding protein, serta serum neurotensin.
Pada hepatoblastoma terdapat anemia ringan, lekositosis, peningkatan serum kolesterol, dan peningkatan nilai SGOT/SGPT (kadang normal). Pada hepatoblastoma berupa peningkatan serum AFP yang lebih tinggi disbanding dengan ca. hepatocelular.

§  Pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen)
Pada penderita yang diduga menderita penyakit hati, perlu dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen. Jika didapati karsinoma hepatoseluler jarang terlihat kalsifikasi. Sedangkan pada hepatoblastoma sering terlihat.


§  Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi terutama berguna untuk menentukan adanya massa dan pembesaran hati serta perbedaan antara tumor padat atau kista. Gambaran USG karsinoma hati primer fase dini memperlihatkan nodul gema berdensitas rendah dan homogen atau heterogen. Hal ini terjadi karena dalam jaringan tumor hati primer hanya ditemukan sel karsinoma yang mengandung pembuluh darah kapiler dan tidak mengandung stroma intraseluler.Bentuk soliter sering memperlihatkan suatu nodul besar berdensitas tinggi. Bentuk campuran adalah campuran bentuk noduler dan difusi, noduler dengan soliter, soliter dengan difus.

§  Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan. Dengan pemeriksaan CT akan didapat bermacam-macam densitas jaringan lunak dan susunan potongan melintang yang beruntun sehingga diperoleh gambar berbagai organ sekaligus. Pada kanker hati primer, akan tampak vaskularisasi yang meningkat, yaitu peninggian densitas tumor.

§  Pemeriksaan Skintigrafi (Scaning)
Skintigrafi hati sering dipakai untuk mendeteksi kelainan hati. Teknik ini merupakan pemeriksaan hati yang sederhana, mudah, dan noninvasif. Visualisasi hati melalui pemeriksaan ini bergantung pada proses fisiologis dimana sel-sel poligonal (60%) yang mampu menangkap secara selektif dan mengeluarkan kembali radiofarmaka ke dalam darah umumnya kelainan lokal. Baik yang jinak ataupun yang ganas akan tampak sebagai suatu daerah kosong (Space Occupying Lesion = SOL) karena kelainan tersebut tidak menyerap radiofarmaka dan disebut daerah dingin. 

§  Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dari laporan yang dipublikasikan menunjukkan kegunaan MRI untuk meneliti tumor hati primer pada anak-anak. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan MRI lebih baik jika dibandingkan dengan teknik pemeriksaan lain. MRI dapat menjelaskan secara akurat (tepat) keterlibatan parenkim dan batas-batas tumor. Struktur vaskuler, terutama vena hepatik dan vena kava inferior, lebih jelas bahkan pada pasien terkecil sekalipun. MRI lebih dapat menentukan secara lebih akurat stadium tumor sebelum pengobatan dibanding CT Scan.

§  Biopsi Hati
Untuk menegakkan diagnosis penyakit hati, perlu dilakukan pemeriksaan histologis jaringan hati dengan melakukan biopsi hati. Biopsi hati merupakan diagnosa pasti (gold standard) dalam menegakkan diagnosis tumor ganas hati. Pada Karsinoma Hepatoseluler ditandai dengan sel-sel poligonal dalam ukuran yang bervariasi dengan inti yang hiperkromatik dan terlihat sering mitosis. Tumor-tumor sering terlihat multisentris. Beberapa mensekresi empedu serta menyerang cabang-cabang vena porta dan hepatik. Sedangkan Hepatoblastoma ditandai dengan dilatasi saluran sinusoid, potongan melintang berwarna hijau, kuning atau putih. Tumor menyebar ke jaringan penunjang dan kelenjar limfe, susunan saraf pusat, tulang, dan jaringan lainnya. Secara mikroskopis, tumor ditandai dengan sel-sel epitel yang menyerupai sel hati, tetapi kadang-kadang dijumpai epitel fetal, embrional, atau anaplastik. Biasanya tergabung dalam bentuk cord, tetapi terkadang dalam bentuk tubuli atau tidak menentu. 

IV.       Penatalaksanaan Tumor Hati

Penatalaksanaan tumor hati pada anak bergantung pada jenis dan stadium tumor, serta usia dan kondisi fisik penderita. Pada tumor jinak biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor tanpa disertai pengobatan yang lainnya. Pada tumor ganas diperlukan kerjasama dengan dokter bedah anak dan ahli onkologi anak. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatic.

Reseksi Hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yg biasanya mempunyai fungsi hati normal, pilihan utama terapi adalah reseksi hepatic. Namun untuk pasien sirosis diperlukan seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yg dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis ekstra hepatic, karsinoma hepatoseluler difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yg dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.

Transplantasi Hati

Bagi pasien karsinoma hepatoseluler dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yg mengalami disfungsi. Tumor yg berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yg diameternya lebih dari 5 cm.

Ablasi Tumor Perkutan

Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alcohol, asam asetat) atau dengan memodifikasi suhunya. Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena efek sampungnya rendah serta relative murah. Dasar kerjanya adalah menimbulkan  dehidrasi, nekrosis, oklusi vascular dan fibrosis. Radiofrekuency Ablastin (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yg lebih tinggi daripada injeksi etanol perkutan terutama untuk tumor yg lebih besar dari 3 cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan  PEI.

Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien karsinoma hepatoseluler didiagnosis pada stadium menengah-lanjut yg tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan analisis, pada stadium ini hanya TAE/TAC (transarterial embolization/chemo embolization) saja yg menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yg fungsi hatinya cukup baik serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasive vascular atau penyebaran ekstrahepatik, yg tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya, bagi pasien yg dalam keadaan gagal hati, serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yg berat.

Pengobatan biasanya merupakan kombinasi antara :
  • Pembedahan
  • Kemoterapi
  • Radioterapi
  • Transplantasi hati
Selain menentukan diagnosa tumor hati perlu juga dilakukan penentuan stadium dari tumor tersebut terutama pada tipe ganas. Penentuan stadium sangat berguna dalam pengobatan dan mengetahui prognosisnya. Ada beberapa metode penentuan stadium tumor hati pada anak, salah satunya sebagai berikut :
  • Stadium I     : tumor dapat diangkat lengkap dengan pembedahan
  • Stadium II    : tumor dapat diangkat dengan pembedahan tapi masih meninggalkan sedikit sisa
  • Stadium III : tumor tidak dapat diangkat secara lengkap dengan pembedahan dan didapatkan penyebaran pada kelenjar getah bening disekitarnya
  • Stadium IV  : tumor telah menyebar ke organ tubuh lain
  • Kambuhan  : tumor muncul lagi setelah pengobatan baik dihati maupun organ lain
Pengobatan berdasarkan jenis dan stadium tumor :
  • Hepatoblastoma stadium I dan II : Pengangkatan tumor dan diikuti kemoterapi 4 seri menggunakan cisplatin, vincristine, dan fluorouracil.
  • Karsinoma hepatoseluler stadium I dan II : Pengangkatan tumor diikuti kemoterapi cisplatin dan atau doxorubicin.
  • Hepatoblastoma stadium III dan IV : Beberapa alternatif pengobatan yang dapat dilakukan.
  • Karsinoma hepatoseluler stadium III dan IV : Pengurangan ukuran tumor dengan menggunakan kemoterapi cisplatin dengan vincristine/fluorouracil atau doxorubicin dilanjutkan pengangkatan tumor sebanyak mungkin.
  • Kambuhan Dilakukan pengobatan ulang berdasarkan pengobatan sebelumnya.
Selain pengobatan terhadap tumornya perlu juga dilakukan pengobatan suportif dengan mencegah dan mengobati infeksi, efek samping pengobatan dan komplikasinya,serta memberikan rasa nyaman pada penderita selama pengobatan. Perlu dilakukan pengamatan secara berkala untuk memonitor respon terhadap pengobatan dan mewaspadai efek samping jangka panjang dari pengobatan.

V.     Upaya preventive untuk Ca. Hepatocelular

Terjadinya tumor hati dapat dicegah dengan pemberian imunisasi hepatitis B saja atau disertai dengan pemberian hepatitis B immune globulin (HBIG) kepada semua bayi yg baru lahir. Pemberian imunisasi segera setelah lahir akan memutus rantai penularan dai ibu ke bayi. WHO menganjurkan agar semua Negara mengintegrasikan imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin mereka.
Saat ini banyak Negara termasuk Indonesia sudah mengintegrasikan imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi dasar mereka. Program inunisasi hepatitis B ini dalam jangka panjang bertujuan untuk mengeliminasi infeksi virus hepatitis B dan sekaligus mencegah terjadinya karsinoma hepatoseluler primer yg disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B dan sekaligus mencegah terjadinya karsinoma hepatoseluler primer yg disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B. Saat ini vaksin untuk virus hepatitis C belum ada, untuk mencegah terjadinya infeksi melalui transfuse darah, maka skrining darah donor harus dilakukan.

1 komentar: