Kritik dan Saran silahkan kirim pesan ke" bayz.pabayo@gmail.com "

TUBERKULOSIS ( TBC ) II


Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan khas, sehingga umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut. Selain dijumpai gejala umum TB pada anak, dapat pula dijumpai gejala spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan, dan nyeri pada pergerakan. Tidak jarang hanya gejala pembengkakan sendi saj yang dikeluhkan. Manifestasi klinis TB tulang seringkali ditemukan atau disadari setelah terjadi trauma. Oleh sebab itu bila dijumpai pasien dengan gejala klinis seperti diatas setelah trauma, jangan lupa untuk mengeksplorasi kemungkinan TB tulang.

Gejala atau tanda pada TB sistem skeletal bergantung pada lokasi kelainan. Kelainan pada tulang belakang disebut gibbus, menampakkan gejala benjolan pada tulang belakang yang umunya seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda peradangan. Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan dan menimbulkan abses dingin. Apabila dijumpai kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan kesulitan berdiri. Kelainan pada sendi lutut, anak sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis.

Pemeriksaan Tambahan
  1. Tes tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman tuberkulosis yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi tuberkulosis (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap tuberkulosis ), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis tuberkulosis yang hingga saat ini mempunyai nilai diagnostik yang tinggi terutama pada anak.
  Uji tuberculin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau  PPD S 5TU,  secara intrakutan di bagian volar lengan bawah.   Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/ eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dalam millimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula.
Secara umum, hasil uji tuberculin dengan diameter indurasi ≥10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih  mungkin disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmete-Guerin (BCG) atau infeksi Mikrobakterium atipik. Bacille Calmette-Guerin merupakan infeksi TB buatan dengan kuman M.Bovis yang dilemahkan , sehingga kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif, tidak sekuat infeksi alamiah. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin secara bertahap akan semakin berkurang dengan berjalannya waktu, dan paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabakan oleh BCGnya . Akan tetapi, bila ukuran indurasi 15 mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Jika membaca hasil tuberkulin pada anak berusia lebih dari 5 tahun, factor BCG dapat diabaikan.
Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan hasil uji tuberkulin negative.  Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan teknis            ( trauma dan lain-lain ), keadaan anergi, atau reaksi silang dengan Mikrobakterium atipik. Bila mendapatkan hasil yang meragukan, uji tuberculin dapat diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan 2 minggu kemudian dan penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain digunakan adalah , minimal berjarak 2 cm.
Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais) , maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥ 5mm. Keadaan imunokompramais ini dapat dijumpai pada pasien dengan gizi buruk, infeksi HIV, keganasan , morbili , pertusis, varisela, atau pasien-pasien yang mendapat imunosupresan jangka panjang(≥ 2minggu). Pada anak yang mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif sebaiknya disertai BTA positif, juga digunakan batas ≥ 5mm .Uji tuberkulin sebaiknya tidak dilakukan dalm kurun waktu 6 minggu setelah imunisasi morbili : measles ,mumps ,rubella (MMR); dan varisela, karena dapat terjadi anergi (negative palsu karena terganggunya reaksi tuberkulin).
Pada reaksi uji tuberkulin dapat terjadi reaksi lokal yang cukup kuat bagi individu tertentu dengan derajat sensitivitas yang tinggi, berupa vesikel, bula, hingga ulkus di tempat suntikan. Juga pernah dilaporkan terjadinya limfangitis, limfadenopati regional, konjungtivitis fliktenularis, bahkan efusi pleura, yang dapat disertai demam, walaupun jarang terjadi.
Tuberkulosis pada anak tidak selalu bermanifestasi klinis secara jelas, sehingga perlu dilakukan deteksi dini, yaitu dengan uji tuberkulin. Pada anak yang tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan secara rutin, bila hasilnya negative dapat diulang setiap tahun.
Uji tuberculin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
1.Infeksi TB alamiah
  a. Infeksi TB tanpa sakit TB( infeksi TB laten)
  b. Infeksi TB dan sakit TB
  c. TB yang telah sembuh
2.Imunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium
Uji tuberculin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
1.      Tidak ada infeksi TB
2.      Dalam masa inkubasi TB
3.      Anergi
Anergi adalah keadaan penekanan system imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberculin. Walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi, misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatik, penyakit morbili, pertusis, varisela, influenza, Tb yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus influenza, bukan batuk- pilek biasa, yang umumnya disebkan oleh rhinovirus dan disebut juga sebagai selesma( common cold).
Meskipun demikian, pada keadaan-keadaan diatas, uji tuberculin dapat positif, sehingga pada pasien-pasien dengan dugaan anergi tetap dilakukan uji tuberculin  jika dicurigai TB. Uji tuberculin positif palsu juga dapat  ditemukan pada keadaan penyuntikan dan interpretasi yang salah, demikian juga dengan negative palsu, disamping penyimpanan tuberculin yang tidak baik sehingga potensinya menurun.
Pemeriksaan ini banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita).
Interpretasi uji kulit tuberculin Mantoux akan dipengaruhi oleh tujuan untuk apa uji dilakukan. Ukuran indurasi yang tepat menunjukkan uji positif yang bervariasi dengan factor epidemiologis terkait. Pada anak tanpa faktor risiko untuk tuberculosis, reaksi uji kulit yang lebih kecil biasanya hasil positif-palsu. Untuk orang dewasa dan anak-anak yang berisiko infeksi paling tinggi (mereka yang dengan kontak baru dengan orang-orang yang infeksius, penyakit klinis konsisten dengan tuberculosis, atau infeksi HIV atau imunosupresi lain) daerah reaktif ≥ 5 mm digolongkan sebagai hasil positif, yang menunjukkan infeksi dengan M. tuberculosis. Untuk kelompok resiko tinggi yang lain, dan semua anak sebelum umur 3 tahun, daerah reaktif  ≥ 10 mm dianggap positif. Untuk orang-orang berisiko rendah, terutama yang bertempat tingggal didaerah berprevalensi tuberculosis rendah, titik batas untuk reaksi positif dapat ≥ 15 mm. Mengklasfikasi anak dengan skema ini tergantung pada kemauan dan kemampuan klinisi serta keluarga untuk mengembangkan riwayat pemajanan menyeluruh pada anak dan orang dewasa yang merawat anaknya.
  1. Radiologi
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya foto toraks yang normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjamg lain mendukung. Dengan demikin foto toraks saj tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuai gambaran milier.

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut:
  • Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan / tanpa infiltrat
  • Konsolidasi segmental / lobar
  • Milier
  • Kalsifikasi dengan infiltrat
  • Atelektasis
  • Kavitas
  • Efusi pleura
  • Tuberkuloma
Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral , mengingat bahwa pembesaran KGB didaerah hilus biasanya lebih jelas pada foto lateral. Jika dijumpai ketidaksesuaian antara gambaran radiologis yang berat dan gambaran klinis ringan, maka harus dicurigai TB.

  1. Mikrobiologi
Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman M.tuberculosis. Pemeriksaan tersebut sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif , sedangkan hasil biakan M.tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat ( 1-3 minggu ), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi  lebih rumit. Selain itu dapat juga digunakan pemeriksaan PCR yang merupakan tehnik amplifikasi urutan DNA yang spesifik. Secara teori, dengan metode ini, kuman yang berasal dari spesimen bilas lambung akan dapat dideteksi meskipun hanya ada satu kuman M.tuberculosis pada bahan pemeriksaan, sehingga diharapkan sensitivitasnya cukup tinggi
  1. Patologi anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia langhans). Diagnosis histopatologik dapat ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid, limfosit dan sel datia Langhans. Kadang-kadang dapat ditemukan juga BTA.
  1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun.
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifitasnya yang cukup tinggi (85-95%). Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibody IgG yang spesifik tehadap antigen M. tuberculosae. Sesbagai antigen dipakai polimer sitoplasma M.tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifuse. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.
  1. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah  sangat penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah, namun kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang tidak produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak ± 2 liter dan diajarkan melakukan reflek batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Kadang-kadang dari  hasil pemeriksaan mikroskopis biasa juga terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negative. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau culturable bacilli yang disrbabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan spinal.
Diagnosis kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak terutama dengan pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda klinis, uji tuberkulin, dan gambaran sugestif pada foto toraks.

Perawatan
Anak yang mendapat pengobatan harus dipantau secara teliti dengan mendorong ketaatan pada terapi, memantau reaksi toksik pada pengobatan, dan meyakinkan bahwa tuberkulosis cukup terobati. Nutrisi yang cukup adalah penting. Penderita harus diperiksa setiap bulan dan harus diberi pengobatan yang cukup yang berakhir sampai kunjungan berikutnya. Petunjuk yang memberi harapan berkenaan dengan pemberian obat-obatan pada anak adalah penting.

Pengobatan
Tujuan utama pengobatan TB pada anak adalah:
·         Membunuh sebagian besar bakteri dengan cepat untuk mencegah perkembangan penyakit dan penularan
·         Menghasilkan kesembuhan permanen dengan membunuh bakteri yang tidak aktif sehingga tidak akan menimbulkan kekambuhan
·         Mencapai 2 tujuan di atas dengan efek samping seminimal mungkin
·         Mencegah terbentuknya bakteri yang resisten terhadap obat TB dengan menggunakan kombinasi obat.



Dalam melaksanakan pengobatan TB ada 3 hal pokok yang penting untuk diperhatikan dalam perawatan TBC yakni :
  1. Diberikan dua macam atau lebih obat anti TB
  2. Obat diminum secara teratur
  3. Obat diberikan untuk waktu yang cukup lama
Disamping itu yang penting juga untuk diperhatikan adalah upaya perbaikan gizi serta upaya pengobatan dan pencegahan terhadap penyakit lainnya. Ada dua jenis obat anti TB yaitu
1.      Obat Primer (obat anti Tuberculosis tingkat I)
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol.
2.      Obat anti tuberculosis sekunder
Kanamisin, PAS (para Amino Salicylic Acid), Tiasetazon, Etionamid, Protionamid, Sikloserin, Viomisin, Kapreomisin, Amikasin, Ofloksasin, Siprofloksasin, Norfloksasin dan Klofazimin.

Pengobatan TB dibagi menjadi 2 fase , yaitu:
1.      fase intensif ( 2 bulan pertama ) à minimal 3 macam obat à rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Fase intensif ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat.
  1. Fase lanjutan ( 4 bulan atau lebih ) à 2 macam obat à rifampisin dan isoniazid.   Fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil.
            Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resisitensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang, selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. OAT pada anak diberikan setiap hari, yang bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat.
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB sistem skeletal, dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal empat macam obat ( rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol, atau streptomisin ). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan.

Pengobatan dengan Pembedahan
Saat ini terapi bedah sangat jarang dilakukan terhadap pasien tuberculosa. Indikasi terapi bedah saat ini adalah :
1.      Pasien dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulang
2.      Pasien dengan batuk darah massif atau berulang.
3.      Destruksi pulmonary dengan fistula bronkopleura
4.      Destruksi pulmonary dengan  empiema
5.      Ketdakmampuan untuk menyingkirkan adanya kanker.

Evaluasi pengobatan
Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan penting karena diagnosis TB anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara , yaitu
  1. Evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-lain. Apabila respons pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan.
  2. Evaluasi radiologis, dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin, keuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti TB milier,foto toraks perlu diulang setelah 1 bulan.
  3. Laju bendap darah, dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila pada awal pengobatan nilainya tinggi.
Apabila respons setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada dan tidak terjadi penambahan BB, maka OAT tetap diberikan sambil dilakukan evaluasi lebih lanjut. Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resisten terhadap OAT. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi kembali diagnosis, ketepatan dosis OAT, keteraturan menelan obat, kemungkinan adanya penyakit penyulit/penyerta, serta evaluasi asupan gizi. Setelah pengobatan 6-12 bulan dan terdapat perbaikan klinis, pengobatan dapat dihentikan. Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu subpopulasi persister M.tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan dalam tubuh, dan mengurangi secara bermakna kemungkinan terjadinya relaps.

Tambahan Lihat:

  1. TUBERKULOSIS ( TBC ) I
  2. Tuberkulosis Pulmonal ( TB Pulmonal )
  3. Tuberkulosis Ekstrapulmonal ( Pleuritis Tuberkulosis, Meningitis Tuberkulosis, Tuberkulosis Limfonodi, dan Tuberkulosis Tulang )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar