Kritik dan Saran silahkan kirim pesan ke" bayz.pabayo@gmail.com "

ASMA : Penatalaksanaan, Pengobatan, dan Terapi


TATALAKSANA ASMA
            Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang secara optimal.
Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :
(1)   pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga
(2)   gejala tidak timbul siang maupun malam hari
(3)   uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok
(4)   kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan
(5)   efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
(6)   mencegah timbulnya serangan ulang
Sebelum memberikan pengobatan spesifik, beberapa prinsip umum pengobatan harus ditegakkan terlebih dahulu
(1)   asma adalah suatu keadaan menahun yang mengalami eksaserbasi. Pengobatan yang diberikan harus berkesinambungan, mampu menghilangkan keluhan, dan mencegah kekambuhan serta mampu menekan timbulnya proses peradangan menahun pada saluran napas
(2)   mencegah timbulnya eksaserbasi akut merupakan prinsip pengobatan yang amat penting, menghindari faktor pencetus bagi penderita yang alergi. Bagi kelompok yang toleransinya rendah terhadap latihan jasmani, serangan asma malam hari yang berulang, terutama penderita asm aringan sampai sedang, pemberian obat anti asma secara teratur merupakan hal yang mutlak, terutama obat-obatan yang mempunyai sifat anti radang
(3)   pengobatan asma harus didasarkan pada mekanisme patofisiologi yang menyebaban timbulnya serangan asma, yang ditekankan pada bagaimana timbulnya peradangan saluran pernapasan tersebut. Bila demikian, maka pengobatan ini harus mampu menekan komponen-komponen keradangan yang menyebabkan timbulnya keluhan penderita. Jadi, yang diharapkan ialah bagaimana pengobatan tersebut dapat menekan timbulnya hyperresponsiveness saluran pernapasan dan mencegah timbulnya obstruksi yang tidak dapat pulih kembali (irreversible airway obstruction)
(4)   berkeyakinan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan serangan eksaserbi akut sehingga dapat menghindari penyempitan saluran pernapasan lebih lanjut
(5)   pengobatan asma merupakan tindakan yang melibatkan banyak hal, antara lain penyuluhan (edukasi) penderita, pengawasan lingkungan, dan pemakaian obat-obatan guna mengawasi secara objektif perjalanan penyakit tersebut
Penatalaksanaan asma dibagi menjadi dua, yaitu secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Secara optimal, pengobatan non-medikamentosa harus dilakukan pada penyakit asma, dan tindakan tersebut meliputi :
(1)   penyuluhan mengenai penyakit asma kepada keluarga
(2)   menjauhi bahan-bahan yang dapat menimbulkan serangan asma dan faktor pencetus timbulnya asma
(3)   imunoterapi berdasarkan kelayakan
penderita asma, sesuai dengan batasannya mempunyai kepekaan yang berlebihan pada saluran pernapasan. Oleh sebab itu, menjauhi paparan bahan iritan adalah mutlak. Bahan iritan dan alergen dapat menimbulkan keluhan akut dan juga meningkatkan hyperresponsiveness saluran pernapasan. Gas iritan yang tidak spesifik meliputi asap rokok, debu, bau yang berlebihan, polusi bahan pabrik dan polusi yang berasal dari lingkungan. Pada orang alergi, bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan asma dan cara pencegahan yang paling baik ialah menghindari kontak dengan bahan-bahan tersebut. Pengobatan imunoterapi dapat diberikan.
            Tujuan pengobatan medikamentosa adalah menghilangkan obstruksi saluran napas. Obat-obatan yang dipergunakan meliputi bronkodilator dan anti keradangan atau keduanya. obat anti inflamasi dapat mencegah terjadinya proses peradangan lebih lanjut. Bronkodilator bekerja dengan cara mengendurkan kontraksi otot polos bronkus.
Obat anti inflamasi meliputi :
·         kortikosteroid
·         sodium cromolyn atau cromolyn-like compound (Anti Inflamasi Non Steroid)
·         anti inflamasi lainnya
Obat bronkodilator meliputi :
·         beta adrenergik agonis
·         metilsantin
·         antikolinergik
Bronkodilator dan kortikosteroid dapat diberikan secara oral, parenteral atau inhalasi.

Kortikosteroid
            Merupakan anti radang yang efektif untuk pengobatan obstruksi jalan napas yang reversibel. Meskipun mekanismenya belum seluruhnya jelas, namun dalam percobaan ternyata kortikosteroid dapat mempercepat katabolisme imunoglobulin (termasuk IgE). Di samping itu, kortikosteroid menghalangi kerja enzim fosfolipase yang mampu mengubah fosfolipid membran sel menjadi mediator yang berpotensi tinggi menimbulkan bronkospasme, dan yang terpenting kortikosteroid dapat :
  • menghalangi metabolisme asam arakhidonat dan menghambat pembentukan leukotrien dan prostaglandin
  • menghalangi pergerakan dan aktivitas sel-sel radang secara langsung
  • meningkatkan respon reseptor beta dari otot polos saluran pernapasan
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek. Hasilnya cukup baik untuk mengurangi lama dan seringnya serangan eksaserbasi akut. Pemberian kortikosteroid oral sedini mungkin pada serangan eksaserbasi akut dapat menghambat beratnya penyakit, mengurangi timbulnya kasus darurat paru, mengurangi seringnya masuk RS, dan apabila masuk RS lama raawatnya jadi lebih pendek.
Pada pemberian kortikosteroid per oral, obat mulai bekerja 3 jam setelah pemberian, mencapai puncak setelah 6-12 jam. Pengobatan asma akut jangka pendek yang memakai kortikosteroid per oral dosis tinggi (1-2 mg/kg BB pada anak-anak) dapat diberikan 5-10 hari, kemudian dosis obat diturunkan perlahan-lahan. Sedangkan dosis pemeliharaan (maintenance) diberikan bila Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) stabil dan mendekati nilai normal.
Kortikosteroid aerosol per inhalasi merupakan cara pengobatan pertama untuk asma sedang maupun asma berat sesuai dengan patogenesis adanya keradangan dan hyperresponsiveness saluran napas.

Sodium kromolin
Merupakan obat anti-inflamasi non-steroid untuk asma yang dianggap cukup penting dan baik. Mekaniasme kerja obat ini belum sepenuhnya diketahui, namun teori daasarnya adalah sebagai stabilisator sel mast dan mencegah pelepasan mediator. Pemakaian sodium kromolin untuk profilaksis dapat mencegah reaksi cepat atau lambat yang dapat menimbulkan penyempitan saluran napas setelah terpapar dengan alergen atau setelah latihan jasmani, ataupun setelah menghirup udara dingin.

Sodium Nedokromil
            Obat ini merupakan modifikasi dari kromolin, berbentuk tablet dan pemberiannya per oral, susunan molekulnya lebih sederhana daripada kromolin. Bekerja sebagai stabilisator membran yang bekerja 40x lebih baik daripada sodium kromolin.


Ketotifen
            Obat ini mempunyai anti histamin dan dapat dipakai untuk pengobatan asma ringan. Pengaruh sampingannya adalah sebagai zat penenang.

Bronkodilator
Spasme otot polos bronkus merupakan faktor utama yang menimbulkan obstruksi pada asma. Obat-obatan beta-adrenergik agonis teofilin dan antikolinergik terbukti dapat mengendorkan spasme otot polos tersebut. Karena setiap obat tadi mempunyai mekanisme kerja yang berbeda, maka pemakaian obat-obatan secara gabungan akan menambah efek masing-masing obat tersebut. Obat-obatan tersebut meliputi :
·         Adrenergik : suatu bronkodilator yang spesifik
·         Epinefrin (Adrenalin)
Epinefrin sangat poten, kerjanya cepat secara parenteral. Efek terapeutiknya pendek, kecuali kalau larutannya digabungkan dengan suspensi lain yang mengandung aluminium. Epinefrin merupakan gabungan alfa dan beta adrenergik agonis. Pemberian subkutan dengan dosis 0,01 mg/kg BB, menghasilkan bronkodilator cepat, tetapi dengan adanya alfa adrenergik yang mempunyai aktivitas kuat, pemakaian epinefrin harus dibatasi pada penderita tua, terutama yang menderita penyakit jantung iskemik. Karena obat ini dapat menimbulkan efek samping seperti iskemi miokard, aritmia, dan hipertensi sistemik. Kontra indikasi ini tidak berlaku pada semua penderita yang mengalami eksaserbasi.
·         Efedrin
Obat ini merupakan suatu bronkodilator ringan. Sering dikombinasikan dengan aminofilin dan sedatif, tetapi penggunaannya terbatas pada serangan asma ringan
·         Isoproterenol
Obat ini diberikan secara inhalasi dengan menggunakan nebulizer dan dalam dosis kecil. Kerja obat baru tampak setelah 5 menit pemberian dan waktu kerja obat sangat pendek, yaitu kurang dari 2 jam. Penderita yang mengalami serangan asma berat dapat diberikan per injeksi. Hati-hati pemberian obat pada penderita sakit jantung.
·         Beta-adrenergik Agonis Selektif
Obat ini bekerja selektif sebagai bronkodilator pada reseptor beta 2 otot polos bronkus, sehingga terjadi pelebaran saluran napas serta memperlambat terlepasnya mediator sel mast dan basofil. Bila diberikan per oral lama kerjanya 4-6 jam, namun bila diberikan secara aerosol efek obat lebih lama sekitar 12-18 jam. Pemberian aerosol juga dapat mengurangi pengaruh sampingan berdebar-debar, cemas, gemetar dibandingkan dengan pemberian per oral atau parenteral dan pemberian secara inhalasi lebih rasional, baik untuk pencegahan maupun eksaserbasi akut, karena asma merupakan penyakit saluran napas
·         Non Adrenergik Bronkodilator
·         Teofilin
Teofilin dan derivatnya merupakan obat asma kelompok pertama yang sering dipakai. Untuk pengobatan asma akut tersedia dalam bentuk tablet tipis dengan kerjanya yang cepat, namun tidak dipakai sebagai maintenance drug karena cepat pula dimetabolisir,. Untuk pemakaian long acting tersedia dalam bentuk tablet sustained-release yang efek bronkodilatornya 12-24 jam, sehingga dapat dipakai 2x sehari. Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase , sehingga 5-cAMP tidak terbentuk dan konstriksi bronkus tidak terjadi. Teofilin juga bekerja melawan adenosin yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi, meningkatkan pelepasan katekolamin dalam tubuh., mempengaruhi aliran kalsium dalam sel, mempercepat terjadinya ikatan cAMP dengan protein menjadi cAMP-protein dan mengurangi kelelahan otot diafragma. Teofilin bebas dapat menembus plasenta, sehingga kadar teofilin di dalam janin pada waktu lahir sama dengan kadar teofilin dalam serum ibunya. Namun, sampai saat ini tidak menyebabkan kelainan kongenital walaupun bayi mengalami keracunan teofilin

·         Obat-obat antikolinergik
Atropin, prototipe kolinergik, digunakan sebagai obat asma terbatas karena efek samping yang sering terjadi. Atropin diserap tubuh melalui mukosa. Namun obat sintetiknya banyak dipakai pada pengobatan penderita penyakit paru obstruktif menahun, yakni ipratropium bromida, dan merupakan obat yang mempunyai kemampuan bronkodilatasi 2x lipat dengan waktu kerja yang jauh lebih lama dibandingkan dengan atropin itu sendiri. Kombinasi anti kolinergik dengan obat golongan adrenergik akan menghasilkan relaksasi otot polos bronkus, dengan cepat dan lebih lama.

KELOMPOK OBAT ASMA
            Obat asma dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller).
·         Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat tidak digunakan lagi atau diberikan hanya bila perlu. Jenis obat pereda yang biasa digunakan, yaitu :
o   Bronkodilator : terdiri dari simpatomimetik, santin, dan antikolinergik
§  Simpatomimetik contohnya adrenalin, ephedrin, β 2 Agonis
§  Santin contohnya teofilin, aminofilin
§  Antikolinergik contohnya iptropium bromide
o   Kortikosteroid. Contohnya : kortison, hidrokortison, prednison, kenacort
o   Mukolitik. Contohnya : obat batuk putih (OBP), obat batuk hitam (OBH), bisolvon
·         Obat pengendali yang disebut juga obat pencegah atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus diberikan walaupun sudah tidak ada gejalanya. Lama pengobatan tergantung keadaan asma dan tujuannya. Pemberiannya diturunkan pelan-pelan yaitu 25% setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6-8 minggu. Jenis obat pengendali yang biasa digunakan :
o   Bronkodilator
o   Kortikosteroid
o   Mukolitik
o   Ketotifen

TATALAKSANA SERANGAN ASMA
Pengobatan Medikamentosa pada derajat serangan pada dasarnya selalu diawali dengan tatalaksana awal berupa :
·         pemberian nebulisasi β- agonis dengan penambahan garam fisiologis, yang dapat diulang 1 – 3 x selang 20 menit
·         pada pemberian ketiga nebulisasi ditambah antikolinergik
·         pada serangan berat, langsung berikan nebulisasi β agonis dikombinasikan dengan antikolinergik
·         pada pasien dengan serangan berat yang diserai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi β agonis à cukup diberikan 1x nebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.

Kemudian, tatalaksana disesuaikan dengan derajat serangan :
(1) serangan asma ringan
·         Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik (complete response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1–2 jam, jika respons tersebut bertahan berarti serangan telah berakhir, pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat β agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4 – 6 jam
·         Jika pencetus serangannya adalah virus dapat  ditambahkan steroid oral dalam jangka pendek (3 – 5 hari)


(2) serangan asma sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi 2 -3 kali , pasien hnaya menunjukkan respon parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu perlu dinilai ulang derajatnya.
·         Steroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 3-5 hari
Apabila alat nebuliser tidak tersedia, maka sebagai alternatif lain dapat digunakan spacer yang dihubungkan dengan obat inhaler ( MDI = Matered Dose Inhaler ) . pada serangan asma ringan dan sedang , metode ini sama efektifnya dengan pemberian nebulisasi, sedangkan pada serangan berat nebuliser masih lebih unggul.
Dengan bantuan spacer, deposit obat di paru –paru akan lebih besar dibandingkan dengan MDI tanpa spacer.
(3) serangan asma berat
Bila dengan tiga kali nebulisasi berturut- turut pasien tidak menunjukkan respon buruk ( poor response ), yaitu tanda dan gejala serangan masih ada ( pemakaian ulang sesuai pedoman ) maka pasien harus dirawat diruang inap. Dalam derajat ini Pasien harus segera ditangani denagn pemberian oksigen. Oksigen 2- 4 L / menit diberikan sejak awal harus diberikan termasuk saat nebulisasi.. Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian awal pasien mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan satu kali langsung dengan β agonis dan antikolinergik ( Ipratropium bromida ). Dahulu keadaan ini disebut dengan status asmatikus.
Pada keadaan ini harus dicari penyebab kegagalan tatalaksana yang biasanya adalah keadaan dehidrasi, asidosis dan adanya gangguan ventilasi akibat atelektasis.
            Terapi non-medikamentosa serangan asma :
·         Oksigen 4 L/menit
·         Mencegah anak terpapar zat / allergen/ kondisi ( cuaca ) yang dapat memacu timbulnya serangan asma.
·         Edukasi kepada pihak keluarga anak yang menderita asma mengenai derajat penyakit dan derajat serangan asma
·         Diet yang bergizi, cukup istirahat
·         Berenang
Kasus yang perlu segera dirujuk ke Rumah Sakit terdekat adalah ketika pasien menunjukkan gejala dan tanda henti napas. Di IGD RS harus segera dilakukan foto toraks untuk mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi pneumotoraks/ pneumomediastinum, meskipun menurut data statistik yang didapatkan komplikasi ini jarang terjadi.

CARA PEMBERIAN OBAT ASMA
  1. peroral
  2. perinhalasi/aerosol
Umur
Alat Inhalasi
< 2 tahun
  • Nebuliser
  • MDI dengan spacer Aerochamber, Babyhaler
5-8 tahun
  • Nebuliser
  • MDI dengan spacer
  • DPI : Diskhaler,Turbuhaler
> 8 tahun
  • Nebuliser
  • MDI dengan spacer
  • DPI
  • MDI tanpa spacer

3.  Subkutan
4.  Intramukuler
5.  Intravena


TERAPI MEDIKAMENTOSA JANGKA PANJANG

Asma episodik jarang
            Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator β agonis hirupan kerja pendek (short acting β2 agonis) atau golongan santin kerja cepat bila perlu, yaitu jika ada gejala atau serangan. Anjuran pemakaian tidak mudah dilakukan mengingat obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di samping itu, pemakaian obat hirupan memerlukan teknik penggunaan yang benar.

Asma episodik sering
Jika penggunaan obat pereda sudah lebih dari 3x perminggu atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi. Berarti derajat asmanya sudah termasuk episodik sering atau pasien sejak semula menunjukkan gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan kriteria episodik sering.
Anti-inflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat , dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjasi 2-3 kali perhari. Sampai sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk. Nedokromil merupakan obat satu golongan dengan kromoglikat namun lebih poten dan tidak menyebabkan batuk. Dapat diberikan pula obat pencegahan berupa steroid hirupan dosis rendah 100-200 µg/1 hari.

Asma persisten
Jika setelah 6-8 minggu pemberian steroid hirupan dosis rendah gagal dan obat serangan tetap diperlukan ≥ 3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk asma persisten. Sebagai obat pengendali atau pencegahan pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan dosis 200-400 µg/1 hari yang masih termasuk dosis rendah. Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah sampai medium yaitu 100-400 µg. Diatas 400 µg/hari dilaporkan adanya pengaruh efek sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 µg/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros hipotalamus-pituitary-adrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan alat pmberi jarak berupa perenggang ( spacer ) yang akan mengurangi deposisi didaerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik dan meningkatkan deposisi obat di paru.
Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 1-3 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap ( step down ) sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan obat pelega/obat serangan tetap diberikan bila perlu saja.

Tambahan Lihat :


  1. ASMA : Derajat dan Faktor Pencetus pada neonatus
  2. ASMA : Gambaran Klinis, Diagnosis, dan Pemeriksaan Fisik
  3. ASMA : Patofisiologi, Tanda Klinis, dan Stadium
  4. ASMA : Prognosis, Komplikasi dan peranan keluarga / Dokter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar